perkembangan politik setelah 21 mei 1998



KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis panjatkan puja dan puji syukur atas rahmat & ridho Allah swt.karena tanpa rahmat dan ridho-NYA, penulis tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Elis selaku pembimbing, hingga makalah ini berhasil diselesaikan. Penulis  juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang selalu setia memberikan pendapatnya. Pendapat teman-teman sangat membantu dalam mengerjakan  tugas makalah ini.
Dalam makalah ini, penulis menjelaskan tentang Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998. Mungkin dalam pembuatan makalah  ini terdapat kesalahan yang belum penulis ketahui. Maka dari itu penulis mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun guru pembimbing, demi tercapainya makalah  yang sempurna.

Terima kasih.


Tuppu, 10 September 2014











ii
 

 


Daftar Isi
Kata Pengantar ………………………………………………………..ii
Daftar Isi ………………………………………………………………iii
Pembahasan   …………………………………………………………4
Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998 ………………………….4
1.      Sebab-Sebab terjadinya Reformasi   …………………………………….....4
a.       Tujuan Reformasi         ……………………………………………………4
b.      Faktor Pendorong Terjadinya Reformasi …………………………………4
c.       Suksesi (Pergantian Pimpinan)  …………………………………………...5
d.      Substansi Agenda Reformasi Politik   ……………………………………5
e.       Agenda Reformasi Bidang Ekonomi ……………………………………...6
f.       Agenda Reformasi Bidang Hukum ………………………………………..6
g.      Agenda Reformasi Bidang Hukum ………………………………………..6
h.      Agenda Reformasi Bidang Pendidikan ……………………………………6
i.        Hambatan Pelaksanaan Reformasi Politik   ………………………………6

2.      Jatuh Bangunnya Pemerintahan RI Setelah 21 Mei 1998 …………………7
3.      Kondisi Sosial dan Politik Bangsa Indonesia Setelah 21 Mei 1998 ………..9


iii
 

 

Pembahasan
Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998

1.     Sebab-sebab terjadi Reformasi
Sejak 13 Mei 1998 rakyat meminta agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Tanggal 14 Mei 1998 terjadi kerusakan di Jakarta dan di Surakarta. Tanggal 15 Mei 1998 Presiden Soeharto pulang dari mengikuti KTT G-15 di Kairo, Mesir. Tanggal 18 Mei para maha siswa menduduki gedung MPR/DPR dan pada saat itu ketua DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Hal ini jelas berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah yang merosot sampai Rp 15.000 per dollar. Dari realita di atas, akhirnya tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada B.J Habibie, yang membuka peluang suksesi kepemimpinan nasional kepada B.J Habibie. Tujuan reformasi adalah agar terciptanya kehidupan dalam bidang politik, ekkonomi, hokum, dan social yang lebih baik dari masa sebelumnya.
a.    Tujuan Reformasi
1)      Reformasi politik bertujuan tercapainya demokratisasi.
2)      Reformasi ekonomi bertujuan meningkatkan tercapainya masyarakat.
3)      Reformasi hokum bertujuan tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
4)      Reformasi social bertujuan terwujudan integrasi bangsa Indonesia.
b.   Faktor Pendorong Terjadinya Reformasi
1)      Faktor politik meliputi hal-hal berikut.
a)      Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam kehidupan pemerintahan.
b)      Adanya rasa tidak percaya kepada pemerintah Orba yang penuh dengan nepotisme dan kronisme serta merajalelanya korupsi.
c)      Kekuasaan Orba di bawah Soeharto otoriter tertutup.
d)     Adanya keinginan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
e)      Mahasiswa menginginkan perubahan.
2)      Faktor ekonomi, meliputi hal-hal berikut.
a)      Adanya krisis mata uang rupiah.
b)      Naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat.
c)      Sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.
3)      Faktor social masyarakat : adanya kerusuhan pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 yang melumpuhkan perekonomian rakyat.
4)      Faktor hokum : belum adanya keadilan dalam perlakuan hokum yang sama diantara warga Negara.



4
 

 

c.       Suksesi (Pergantian Pimpinan)
1)      Sukarno-Soeharto, ada beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
a)      Problem pokok adanya komunis/ PKI (nomor 4 sedunia)
b)      Peristiwa Lubang Buaya.
c)      Adanya dualism : ada pro dan anti pembubaran PKI.
d)     Siding istimewa MPRS 1967 didahului turunnya Supersemar.
2)      Soeharto-Habibie, ada beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
a)      Problem pokok adanya krisis ekonomi meluas ke bidang politik.
b)      Adanya gerakan informasi yang menghendaki perubahan radikal karena KKN dalam tubuh pemerintahan. Nepotisme berarti mengajak keluarga dalam kekuasaan. Kronisme adalah mengajak teman-teman dalam kekuasaan.
c)      Presiden Soeharto ditolak oleh rakyat ditandai didudukinya gedung DPR/MPR oleh mahasiswa, sehingga Soeharto menyerahkan jabatan kepada B. J. Habibie.
3)      Pengalaman suksesi di Indonesia.
a)      Pergantian pimpinan diserrtai kekerasan dan keributan dan setelah turun dari jabatan, dihujat.
b)      Menginginkan pergantian pimpinan yang wajar, namun  tidak ditemukan sebab tidak adanya pembatasan masa jabatan.
c)      Tidak adanya Dhek and Balance yaitu tidak ada keseimbangan dalam Negara yang disebabkan kecenderungan otoriter.
d)     Etika moralitas bahwa KKN bertentangan dengan moralitas.
d.      Substansi Agenda Reformasi Politik
1)      Reformasi di bidang ideology Negara dan konsistusi.
2)      Pemberdayaan DPR, MPR, DPRD maksudnya agar lembaga perwakilan rakyat benar-benar melaksanakan fungsi perwakilannya sebagai aspek kedaulatan rakyat dengan langkah sebagai berikut.
a)      Anggota DPR harus benar-benar dipilih dalam pemilu yang jurdil.
b)      Perlu diadakan perubahan tata tertib DPR yang menghambat kinerja DPR.
c)      Memperdayakan MPR.
d)     Perlu pemisahan jabatan ketua MPR dengan DPR.
3)      Reformasi lembaga kepresidenan dan cabinet meliputi hal-hal berikut.
a)      Menghapus kewenangan khusus presiden yang berbentuk keputusan presiden dan intruksi presiden.
b)      Membatasi penggunaan hak prerogative.
c)      Menyusun kode etik kepresidenan.
4)      Pembaharuan kehidupan politik yaitu memperdayakan partai politik untuk menegakkan partai kedaulatan rakyat. Maka harus dikembangkan system multipartai yang demokratis tanpa intervensi pemerintah.
5)     
5
 
Penyelenggaraan pemilu.
6)      Birokrasi sipil mengarah pada terciptanya institusi birokrasi yang netral dan profesional yang tidak memihak.
7)      Mmiliter dan dwifungsi ABRI mengarah kepada mengurangi peran social politik secara terhadap sampai dengan akhirnya hilang sama sekali, sehingga ABRI berkonsentrasi pada fungsi Hankam.
8)      System pemerintahan daerah dengan sasaran memperdayakan otonomi daerah dengan asas desentralisasi.
e.        Agenda Reformasi Bidang Ekonomi
1)      Penyehatan ekonomi dan kesejahteraan pada bidang perbankan, perdagangan, dan koperasi serta pinjaman luar negeri untuk perbaikan ekonomi.
2)      Penghapusan monopoli dan oligopoly.
3)      Mencari solusi yang kostruktif dalam mengatasi utang luar negeri.
f.        Agenda Reformasi Bidang Hukum
1)      Terciptanya keadilan atas Negara HAM.
2)      Dibentuk peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan tuntunan reformasi. Misal : Bidang ekonomi di keluarkan UU kepailitan, dihapuskan UU subversi, sesuai semangat HAM dilepaskan napol-tapol (amnesty-abolisi).
g.      Agenda Reformasi bidang Hukum
Agenda reformasi bidang hokum difokuskan pada integrasi nasional.
h.      Agenda Reformasi Bidang Pendidikan
Agenda refiormasi di bidang pendidikan ditunjukan terutama maslah kurikulum yang harus di tinjau paling sedikit lima tahunan.
i.        Hambatan pelaksanaan reformasi politik.
1)      Hambatan cultural : mengingat pergantian kepemimpinan nasional dari Soeharto ke B.J Habibie tidak diiringi pergantian rezim yang berarti sebagai besar anggota cabinet, gubernur, birokrasi sipil, komposisi anggota DPR/MPR masih peninggalan rezim Orba.
2)      Hambalan Legitimasi : pemerintah B.J Habibie karena belum merupakan hasil pemilu.
3)      Hambatan structural : berkaitan dengan krisis ekonomi yang berlarut-larut yang berdampak bertambah banyak rakyat yang hidup  dalam kemiskinan.
4)      Munculnya berbagai tuntutan otonomi daerah, yang jika tidak ditangani secara baik akan menimbulkan disintegrasi bangsa.
5)      Adanya kesan kurang kuat dalam menegakkan hokum terhadap praktik penyimpangan politik-ekonomi rezim lama seperti praktik KKN.
6)      Terkotak-kotaknya elit politik, maka dibutuhkan kesadaran secara bersama-sama menciptakan politik yang mantap agar transformasi poolitik berjalan lancar.


6
 

 

2.     Jatuh Bangunnya Pemerintah RI Setelah 21 Mei 1998  
Pemilihan umum dilaksanakan pada 17 Juni 1999. Dari seratus lebih partai politik yang terdaftar, hanya 48 partai politik yang dinyatakan telah memenuhi persyaratan untuk mengikuti pemilihan umum. Lima besar hasil Pemilu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Partai Golongan Karya (Partai Golkar), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN) dan sekaligus merupakan lima penyusun keanggotaan MPR yang menempatkan Amin Rais sebagai ketua MPR dan Akbar Tanjung sebagai Ketua DPR RI. Sidang Umum MPR pada tanggal 19 Oktober 1999. Adapun faktor penting yang menyebabkan ditolaknya laporan pertanggungjawaban Presiden B.J Habibie adalah patut diduga bahwa presiden menguraikan indikator pertumbuhan ekonomi yang tidak akurat dan manipulative.
7
 
Siding Umum MPR juga berhasil mengambil keputusan memilih dan menetapkan K.H. Abdurrahman Wahid (Gusdur) sebagai Presiden RI masa bakti 1999-2004. Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dalam menjalankan pemerintahan didampingi Wapres Megawati Sukarnoputri. Idang Umumm MPR setelah berhasil menetapkan Presiden dan Wakil Presiden RI juga berhasil membuat Sembilan ketetapan dan untuk kali pertama melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Preiden Abdurrahman Wahid menjalankan pemerintahan dengan membentuk cabinet yang disebut dengan Kabinet Persaatuan Nasional. Rakyat di beri kebebasan seluas-luasnya untuk berpendapat hingga akhirnya terjadi kebingungan dan kebimbangan mengenai banar dan tidaknya suatu hal. Pemerintah sendiri juga tidak pernah tegas dalam memberikan pernyataanterhadap suatu masalah. Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid secara umum belum mampu melepaskan bangsa Indonesia keluar dari krisis yang dialaminya. Fakta yang ada justru menunjukkan makin banyak terjadi pengangguran, naiknya harga-harga, dan bertambahnya jumlah penduduk yang berada di gariskemiskinan. Disintegrasi bangsa juga makin meluas meskipun telah diusahakan penyelesaian, misalnya pergantian nama Irian Jaya manjadi Papua. Pertentangan DPR dengan lembaga kepresidenan juga makin transparan. Banyak sekali teguran DPR yang tidak pernah diindahkan oleh presiden Abdurrahman Wahid. Puncak pertentangan itu muncul dalam masalah yang dikenal sebagai Bruneigate dan Buloggate. Kasus Buloggate menyebabkan lembaga DPR mengeluarkan teguran keras kepada presiden dalam bentuk memorandum I sampai II. Intinya agar presiden kemballi bekerja sesuai dengan GBHN yang telah diamanatkan. Presiden Abdurrahman Wahid tidak mengindahkan peringatan DPR tersebut. DPR akhirnya bertindak meminta MPR menggelar siding istimewa untuk meminta pertanggung jawaban kinerja presiden. Presiden berusaha menyelesaikan masalah laporan pertanggungjawaban dengan kompromi politik. Namun, Upaya itu tidak mendapat sambutan positif lima dari enam partai politik Pemenang pemilu 1999, yaitu PDI Perjuangan, Partai Golkar, PPP, PAN dan PBB. Partai Kebangkitan Bangsa sebagai basis politik K.H. Abdurrahman Wahid jelas mendukung langkah-langkahnya. Sikap MPR untuk menggelar sidang istimewaa makin tegas setelah presiden secara sepihak melantik pemangku sementara jabatan Kepala Kepolisian RI Komisaris Jendral (Pol) Chaeruddin Ismail menggantikan Kapolri Jendral Suroyo Bimantoro yang telah dinonaktifkan karena berseberangan pendapat dengan presiden. Padahal sesuai dengan aturan yang berlaku pengangkatan jabatan singkat Kapolri meskipun itu hak prerogative presiden harus tetap berkoordinasi dengan DPR. Presiden sendiri dalam menggapi rencana dalam sidang istimewa berusaha mencari kompromi politik yang sama-sama menguntungkan. Namun, jika sampai tanggal 31 Juli 1998 kompromi ini tidak di dapatkan, presiden akan menyatakan Negara dalam keadaan bahaya. MPR berencana menggelar siding istimewa mulai tanggal 21 Juli 2001. Presiden direncanakan akan memberikan pertanggungjawaban pada tangga 23 Juli 2003. Namun, presiden menolak rencana tersebut dan menyatakan Sidang Istimewa MPR tidak sah dan ilegaal.
Di lain pihak, beberapa pimpinan partai politik lima besar pemenang pemilu minus PKB mulai mendekati dan mendorong Wapres Megawati Sukarnoputri untuk maju menjadi presiden. Melihat perkembangan politik yang tidak menguntungkan tersebut, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid menengarai adanya persekongkolan untuk menjatuhkan dirinya sebagai presiden. Oleh karena itu, presiden segera bertindak meskipun tidak mendapat dukungan penuh dari kabinetnya untuk mengeluarkan Dekret Presiden pada tanggal 23 Juli 2001 pukul 1. 10 WIB dini hari. Dekret Presiden 23 Juli 2001 pada intinya berisi hal sebagai berikut:
1)      Membekukan MPR dan DPR RI
2)      Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan-badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu satu tahun;
3)      Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsure-unsur orde baru dengan membekukan Partai Golkar sambil  menunggu keputusan Mahkamah Agung.
Bangsa Indonesia menaggapi Dekret Presiden itu dengan penuh kebimbangan. MPR pada tanggal 23 Juli 2001 pukul 8.00 WIB, akhirnya bersikap bahwa Dekret tidak sah dan presiden jelas-jelas telah melanggar haluan Negara yang di embangnya. Pernyataan MPR didukung oleh fatwa Mahkamah Agung yang langsung dibacakan pada Sidang Istimewa MPR itu. Fraksi-fraksi MPR yang ada akhirnya setuju memberhentikan K.J. Abdurrahman Wahid sebagai Pressiden RI dan menetapkan Megawati Sukarnoputri sebagai Presiden RI. Dan keputusan menetapkan Megawati Sukarnoputri sebagai presiden dituangkan dalam Tap. MPR No. III/MPR/2001. Masa jabatan terhitung sejak dilantik sampai tahun 2004 atau melanjutkan sisa masa pemerintahan Presiden K.J. Abdurrahman Wahid. Hamzah Haz terpilih sebagai Wakil Presiden RI. Presiden Megawati Sukarnoputri menjalankan pemerintahan dengan membentuk Kabinet Gotong Royong. Komposisi cabinet ini di tetapkan pada tanggal 9 Agustus 2001. 


8
 

 

3.     Kondisi Sosial dan Politik Bangsaa Indonesia Setelah 21 Mei 1998
Perubahan politik di Indonesia sejak bulan Mei 1998 merupakan babak baru bagi penyelesaian masalah Timor Timur. Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Presiden B.J Habibie telah menawarkan pilihan, yaitu pemberian otonomi khusus kepada Timor Timur di dalam Negara Kesatuan RI atau memisahkan diri dari Indonesia. Melalui perundingan yang disponsori oleh PBB, di New York, Amerika Serikat pada tanggal 5 Mei 1999 ditandatangani kesepakatan tripartite antara Indonesia, Portugal, dan PBB untuk melakukan jejak pendapat mengenai status masa depan Timor Timur.
PBB kemudian membentuk misi PBB di Timor Timur atau United Nations Assistance Mission in East Timor (UNAMET). Misi ini bertugas melakukan jejak pendapat. Jejak pendapat diselenggarakan tanggal 30 Agustus 1999. Jejak pendapat di ikuti oleh 451.792 penduduk Timor Timur berdaasaarkan criteria UNAMET. Jejak pendapat diumumkan oleh PBB di New York dan Dili pada tanggal 4 Septembar 1999. Hasil jejak pendapat menunjukkan bahwa 78,5% penduduk Timor Timur menolak menerima otonomi khusus dalam NKRI dan 21,5% menerima usul  otonomi khusus ditawarkan pemerintah RI. Ini berarti Timor Timur harus lepas dari Indonesia. Ketetapan MPR No. V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat Rakyat di Timor Timur menyatakan mencabut berlakunya Tap. MPR No. V/MPR/1978. Selain itu, mengakui hasil jejak pendapat tanggal 30 Agustus 1999 yang menolak otonomi khusus.
Pengalaman lepasnya Timor Timur dari Indonesia menjadikan pemerintah lebih waspada terhadap masalah Aceh dan Papua. Sikap politik pemerintah di era reformasi terhadap penyelesaian masalah Aceh dan Papua dilakukan dengan member otonomi khusus pada kedua daerah tersebut. Untuk lebih memberi perhatian dan semangat padda penduduk Irian Jaya, di era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid nama Iriran Jaya diganti dengan nama Papua. Pemerintah pusat juga memberi otonomi khusus pada wilayah Papua. Dengan demikian, pemerintah telah berusaha merespon sebagian keinginan waarga Papua untuk dapat lebih memaksimalkan segala potensinya untuk kesejahteraan rakyat Papua sendiri. Meskipun begitu, masih saaja terjadi usaha untuk memisahkan diri dari NKRI, terutama yang dipimpin oleh Theys H. Eluoy, Ketua Presidium Dewan Papua. Gerakan Papua Merdeka sempat mereda setelah Theys H. Eluoy tewas tertembak pada tanggal 11 November 2001 yang diduga dilakukan oleh beberapa oknum TNI dari Satgas Tribuana X. penyelesaaian konflik seperti itu sebenarnya tidak dikehendaki pemerintah, namun ada saaja oknum yang memancing di air keruh sehingga menimbulkan ketegangan.
9
 
Keinginan sebagian rakyat untuk merdeka telah menyebabkan pemerintah bertindak keras. Apalagi setelah pengalaman Timor Timur dan pemberian otonomi khusus pada rakyat tidak memberikan hasil maksimal. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri, Aceh telah mendapat otonomi khusus dengan nama Nanggroe Aceh Darussalam. Namun, keinginan baik pemerintah kurang mendapat sambutan sebagian rakyat Aceh. Kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tetap pada tuntutannya, yaitu ingin Aceh merdeka. Akibatnya, di Aceh sering terjadi gangguan keamanan, seperti penghadangan dan perampokan truk-truk pembawa kebutuahan rakyat, serta terjadinya penculikan dan pembunuhan pada tokoh-tokoh yang memihak Indonesia. Agar keadaan tidak makin parah, pemerintah pusat dengan persetujuan DPR, akhirnya melaksanakan operasi militer di Aceh. Hokum darurat militer diberlakukan di Aceh. Para pendukung Gerakan Aceh Merdeka ditangkap. Namun demikian, operasi militer juga tetap saja menyengsarakan waarga sipil sehingga diharapkan dapat segera selesai.
10
 
Gejolak politik di era reformasi juga ditandai dengan banyaknya terror bom di Indonesia. Terror bom terbesar terjadi disebuah tempat hiburan di Legian, Kuta, Bali yang menewaskan ratusan Orang asing. Pada tanggal 12 Oktober 2002 bom berikutnya sempat memporak-porandakan Hotel J.W. Marriot di Jakarta beberapa waktu lalu. Keadaan yang tidak aman dan banyaknya terror bom memperburuk citra Indonesia di mata internasional sehingga banyak investor yang batal menanamkan modal di Indonesia. Kondisi politik Indonesia yang kurang menguntungkan tersebut diperparah dengan tidak ditegakkannya hokum dan hak asasi manusia (HAM) sebagai mana mestinya. Berbagai kasus pelanggaran hokum dan HAM terutama yang menyangkut tokoh-tokoh politik, konglomerat, dan oknum TNI tidak pernah terselesaikan secara adil dan jujur. Oleh karena itu, rakyat makin tidak percaya pada penguasa meskipun dua kali telah terjadi pergantian pimpinan Negara sejak Soeharto tidak menjadi Presiden RI.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kata-kata bijak dengan rumus fisika

fase menstruasi pada wanita

laporan genetika tentang alel ganda